FASE KELAHIRAN NASYIATUL 'AISYIYAH

FASE KELAHIRAN NASYIATUL AISYIYAH


 Nasyiatul Aisyiyah (NA) sebagai organisasi otonom yang bergerak dibidang keagamaan, kemasyarkatan, dan keputrian  dengan mengedepankan gerakan dakwah amar ma'ruf nahi mungkar. Kelahiran Nasyiatul Aisyiyah terbagi menjadi tiga fase kelahiran diantaranya:

1. Fase Merintis
                Idealisme Somodirjo yang memikirkan terkait kelangsungan muhammadiyah  dalam upaya pengkaderan sehingga inilah awal embrio Nayiatul Aisyiyah kemudian idealisme ini dituangkan dalam organisasi Siswa Praja ditahun 1919, wadah ini yang menampung putra dan putri remaja Standart School Muhammadiyah hinggah wadah ini disebarkan secara luas ke berbagai cabang dan ranting.
            
             Pada tahun 1919 telah terjadi pemisahan siswa praja putra dan putri dengan diserahkan mandat untuk siswa praja putri kepada Siti Wasilah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa praja putri diantaranya melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti pengajian , berpidato, sholat berjamaah, mengadakan peringatan besar islam serta kegiatan keputrian, meskipun diawal kegiatannya mengalami hambatan karena keberadaannya ditentang oleh orang tua murid karena memiliki jam kegiatan terkait keputrian diluar kegiatan sekolah, namun siswa praja saat ini tekun dan membuktikan kekhawatiran yang dirisaukan orang tua murid tidak terjadi, justru kegiatan ini semakin meluasn sehingga anggota dari berbagai daerah ikut memabntu dan ikut berpartisipasi untuk mengenalkan Siswa Praja.
            Pada tahun 1924 segala aktivitas kegiatan  Siswa Praja Wanita menjadi tanggung jawab Aisyiyah, dalam hal ini Aisyiyah melakukan inovasi kegiatan dalam pengaktifan Siswa Praja Wanita dengan memberikan rumah sebagai tempat basecamp kegiatan. Tahun 1926 seluruh kegiatan Siswa Praja Wanita dimuat dalam suara Aisyiyah sehingga menambah eksistensi organisasi Siswa Praja Wanita. Bukti berkembangnya Siswa Praja Wanita ini memiliki cabang-cabang baru di berbagai  daerah, cabang pertama di cabang Suarakarta.

2. Fase Pembinaan
           Pada kongres ke 18 telah disepakati bahwa peran Siswa Praja Wanita berada didalam Aisyiyah kemudian pada hasil kongres ke 20 tahun 1929 Yogyakarta diputuskan bahwa semua gerakan dalam tubuh muhammadiyah harus memakai bahasa arab sehingga Siswa Praja Wanita berubah menjadi Nayiatul Aisyiyah meskipun nama baru akan tetapi visi misinya tetap sama sebagai wadah peroanjangan dakwah muhammadiyah. 
                    Nasyiatuk Aisyiyah senantiasa dalam pergerakannya membawa Muhammadiyah bahkan berdakwa sampai  kekampung-kampung tujuannya untuk mengenalkan muhammadiyah, mengenalkan posisi Nasyiatul Aisyiyah sehingga pada kongres Muhammadiyah  ke 26 di Yogyakarta pada tahun 1938 telah diputuskan simbol padi  pada tahun ini juga kemudian bapak Achyar Anies mengarang lagu simbol padi yang kemudian dijadikan sebagai mars Nayiatul Aisyiyah.

3. Fase Otonom
            Proses otonomi Nayitaul Aisyiyah dimulai dari Muktamar Aisyiyah di Palembang dimana muncullah gagasan bahwa diberinya hak otonom untuk mengelolah,mengatur, dan membentuk jati dirinya  yaitu statunya dengan otonom. Nasyiatul Aisyiyah sebagai gerakan putri islam dalam memncapai tujuannya direncanakan dalam beberapa periode.


Posting Komentar

0 Komentar